Kamis, 14 Agustus 2008

Antara Ekonomi Budak dan Ekonomi Orang Merdeka (AEB&EOM)




(Antara Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Syariah)

Pengarang : Husain Matla


…. Ya, sangat mahal! Udara, hidung, telinga, istri, anak…, apakah itu cukup kita nilai dengan semilyar, setrilyun, sejuta trilyun? Apa ada orang yang mau kehilangan semua itu asal diganti dengan harta yang sangat melimpah?

Kalau begitu, bukankah semua orang yang hidup di dunia ini sebenarnya “kaya raya”? Atau setidaknya, bukankah selisih “kekayaan” antara si kaya dan si miskin itu hanya sedikit? Kenyataannya: segala sesuatu yang dimiliki tiap individu itu tidak cukup dinilai dengan seribu trilyun, sedangkan perbedaan harta antar mereka cuma pada kisaran milyar…, atau malah sekedar juta!

Tulisan ini tidak hendak mengajak untuk “tidak usah jadi orang kaya”, namun untuk merenungi “Mengapa demi mengejar harta yang cuma milyaran atau jutaan itu, banyak orang yang rela menggadaikan apa saja yang dimiliki, yang sebenarnya sangat berharga, yang tidak cukup dinilai dengan uang?”

Saya jadi berpikir: kalau begitu orang-orang semacam Imam Malik, yang “dipesantrenkan” sejak kecil; atau Imam Syafi’i, yang dididik oleh ibunya dengan “gaya pesantren”; juga Imam Ahmad bin Hambal ataupun Imam Bukhari yang teratur pendidikannya sejak kanak-kanak; hingga mereka semua hafal al-Qur’an di bawah usia lima belas tahun, dan berikutnya menjadi ulama yang disegani…, bukankah justru merasakan kenikmatan yang “milyaran”?

(Cuplikan Pendahuluan)
Ket.:
jumlah hal : 202+i
ukuran : 20,5 x 13 cm
harga : Rp. 35.000,-

Tidak ada komentar: